1. Karakteristik budaya organisasi
Budaya
organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya
suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai
karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif,
bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif. Menurut Schein
(1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi
untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi.
Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai
suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang
dihadapi. Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang
secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
Robbins
(2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1. Inovasi
dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong
untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian
terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
3. Berorientasi
pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang
teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Berorientasi
kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan
efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
5. Berorientasi
pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang individu-individu.
6. Agresivitas
yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7. Stabilitas
yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
2.
Fungsi
budaya organisasi
Menurut
Robbins (1996:294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut:
a.
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas.
b.
Budaya membawa suatu rasa identitas.
c.
Budaya memepermudah timbulya komitmen.
d.
Budaya merupakan perekat sosial.
e.
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna.
3.
Pedoman tingkah
laku
Antara manusia dan kebudayaan
terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick
Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua
tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya
naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian
prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan
dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses
internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
Selanjutnya hubungan antara manusia
dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap
kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai
:
1. Penganut kebudayaan
2. Pembawa kebudayaan
manipulator kebudayaan
3. Pencipta kebudayaan
Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang
digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut
sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah
laku.
- Apresiasi budaya
Istilah apresiasi
berasal dari bahasa inggris "apresiation" yang berarti
penghargaan, penilaian, pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja "
ti appreciate" yang berarti menghargai, menilai, mengerti dalam bahasa
indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk
menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan
perlu diapresiasi dengan harapan kita sebagai manusia dapat memperlihatkan rasa
menghargai karya yang dihasilkan dari akal dan budi manusia. Apresiasi
diperlukan untuk tetap menjaga nilai-nilai budaya yang ada agar tetap hidup dan
selalu lestari, juga dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Melalui apresiasi,
seorang pencipta dapat memperoleh masukan, ide, saran, kritik, dan pujian untuk
karyanya. Melalui ide, saran, masukan, dan kritik tersebut jugalah para
pencipta diharapkan dapan membuat karya yang lebih baik lagi.
- Hubungan etika dan budaya
Etika pada dasarnya adalah standar
atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Dalam kerangka konsep etika
bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika
perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan,
karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan
karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan
lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Perilaku etis yang telah berkembang
dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antar perusahaan dan
stakeholder, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka
panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak
oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.
Budaya perusahaan memberi kontribusi
yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan
merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya
dapat mendorong terciptanya perilaku, dan sebaliknya dapat pula mendorong
perilaku yang tidak etis. Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian
serius pada etika perusahaan akan memberikan citra bahwa manajemen akan
mendukung perilaku etis dalam perusahaan.
6.
Pengaruh etika
terhadap budaya
Etika seseorang dan etika bisnis
adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku
antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang
akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi
nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budayau perusahaan, maka
akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi
menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan.
Terdapat pengaruh yang signifikan
antara etika seseorang dariu tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis
dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang profesional untuk
dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya
sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia
berada. Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat
berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika
mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
7.
Kendala
mewujudkan kinerja bisnis
Pencapaian
tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan
kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1.
Standar moral
para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang
lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan
campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi
laporan keuangan.
2.
Banyak
perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul
karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara
peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik
antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh
sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan
kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa
jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3. Situasi
politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya
sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi
membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak
yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi
ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan
peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya
penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis
bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di
pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis
menegakkan norma-norma etika.
5.
Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik
bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi
perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan
kode etik bisnis dan manajemen.
Sumber:
2.
abdipraja.googlecode.com/files/Budaya%20Organisasi.ppt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar