Persamaan dan Perbedaan Strategi Politik
Nasional pada masa Orde Baru dan Reformasi
Politik nasional adalah
suatu kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional bangsa. Sedangkan strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional
dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.
Dapat dikatakan bahwa strategi nasional disusun untuk mendukung terwujudnya
politik nasional.
Polstranas disusun dengan memahami pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam sistem manajemen nasional yang berdasarkan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam manajemen nasional dipergunakan sebagai kerangka acuan dalam penyusunan politik strategi nasional, karena di dalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional dan konsep strategi bangsa Indonesia.
Polstranas disusun dengan memahami pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam sistem manajemen nasional yang berdasarkan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam manajemen nasional dipergunakan sebagai kerangka acuan dalam penyusunan politik strategi nasional, karena di dalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional dan konsep strategi bangsa Indonesia.
Proses penyusunan politik strategi nasional merupakan sasaran yang akan dicapai oleh segenap rakyat Indonesia. Penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah pembinaan terhadap seluruh lapisan masyarakat dengan mencantumkan sasaran polstranas pada masing-masing bidang. Dalam era ini masyarakat memiliki peranan yang sangat besar dalam pengawasan politik strategi nasional yang dibuat dan dilaksanakan oleh segenap penyelenggara negara, guna mewujudkan tujuan luhur negara yang telah ditetapkan sebelumnya pada pembukaan UUD 1945.
Sebelum tahun 2004 Presiden merupakan
mandataris MPR. Dipilih dan diangkat oleh MPR, serta menjadikan GBHN yang
dibuat dan ditetapkan oleh MPR sebagai acuan bagi politik dan strategi
nasional. Kebijakan ini kemudian ditiadakan setelah diadakanya pemilihan
langsung oleh rakyat terhadap Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2004. GBHN
yang sebelumnya dipergunakan sebagai acuan penyusunan Polstranas kemudian
digantikan oleh pidato visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden yang
disampaikan pada saat sidang MPR,
Menjadi kewajiban mutlak bagi Presiden
dan Wakil Presiden terpilih untuk memenuhi janji sebelumnya ia sampaikan kepada
masyarakat. janji-janji ini lah yang mereka gunakan sebagai dasar penyusunan
visi dan misi (politik dan strategi nasional) dalam tujuannya untuk membangun
bangsa dan negara selama satu periode pemerintahan.
Eksekutif negara menjadikan visi dan
misi Presiden sebagai acuan dalam proses penyusunan polstranas. Strategi
nasional dilaksanakan oleh pada menteri dan pimpinann lembaga-lembaga negara
seterikat menteri dengan arahan langsung Presiden. Polstranas hasin penyusunan
Presiden harus memuat tujuan-tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
mulainya pemerintahan era orde baru
diawali ketika presiden Soeharto diangkat menjadi Presiden oleh MPRS pada tahun
1966 dan diakhiri ketika presiden soeharto delengserkan pada tahun 1998. pada
32 tahun kekuasaannya, presiden Soeharto menggunakan garis-garis besar haluan
negara (GBHN) sebai acuan politik dan strategi nasional yang sebelumnya telah
disusun oleh MPR. GBHN ini menekankan pada program rencana pembangunan lima
tahun yang terbagi menjadi 4 tahap yaitu:
1. Repelita I (1969-1974) bertujuan memenuhi
kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertamina.
2. Repelita II (1974-1979) bertujuan meningkatkan
pembangunan di pulau-pulau selain Jawa,Bali dan Madura di antaranya melalui
transmigrasi.
3. Repelita III (1979-1984) menekankan bidang
industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
4. Repelita IV (1984-1989) bertujuan menciptakan
lapangan kerja baru dan industri.
5. Repelita V (1989-1994) menekankan bidang
transportasi, komunikasi dan pendidikan.
Sebagian
besar anggota MPR pada masa itu adalah orang-orang pilihan Soeharto sehingga
dapat dipastikan bahwa polstranas pada saat itu adalah polstranas pesanan
Soeharto. Pemerintahan yang dipimpinnya memang sukses dalam memajukan ekonomi makro, namun ekonomi mikro sangat lemah. Pembangunan
cenderung berpusat di pemerintahan pusat.
Pada tahun
1998-1999 Presiden B. J. Habibie merupakan tokoh yang membawa perubahan bagi
bangsa Indonesia menuju era reformasi. Dalam pemerintahan yang dijalankannya,
tonggak reformasi tertanam dengan baik sehingga tidak ada perubahan pun
berlangsung lancar. Lalu tahun 1999-2001 Abdurrahman Wahid, kemudian tahun
2001-2004 menjabat Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden Republik
Indonesia. Masa-masa ini merupakan masa euphoria
reformasi. Indonesia seperti dilahirkan kembali, menjadi sebuah bangsa yang
terbebas dari berbagai macam ketidakadilan pemerintah. Reformasi didengungkan
di segala bidang. Selama kurang lebih enam tahun masa reformasi ini polstranas
Indonesia masih mengacu kepada GBHN yang dibuat dan ditetapkan oleh MPR. Pada
kurun waktu ini bangsa Indonesia mengalami perubahan hampir di seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Merupakan masa-masa transisi dari orde baru
milik Soeharto menuju pemerintahan yang demokratis di seluruh aspek kehidupan.
Terpilihnya Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan umum secara
langsung tahun 2004 menandai pula perubahan dalam perumusan polstranas. Pada
masa ini polstranas disusun berdasarkan visi dan misi langsung Presiden dalam
pidato kenegaraan di hadapan segenap anggota MPR, DPR dan anggota lembaga
tinggi negara lainnya. Visi dan misi inilah yang dipergunakan sebagai politik
strategi nasional dalam menjalankan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan
selama lima tahun. Sampai pada akhirnya terpilih kembali pada tahun 2009.
Meskipun pada saat ini polstranas tidak disusun langsung oleh MPR, lembaga ini tidak bisa lepas tangan terhadap realisasi politik dan strategi nasional berdasarkan visi dan misi Presiden. MPR dan DPR adalah pengawal segala kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat. Mengaspirasikan kepentingan masyarakat. Membuat undang-undang yang bertujuan mensejahterakan masyarakat luas, dan menjaga kestabilan pemerintahan. Antara eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak dapat berdiri sendiri. Ketiga unsur ini diharapkan mampu bekerjasama dalam kaitannya dengan mewujudkan tujuan negara Indonesia.
Meskipun pada saat ini polstranas tidak disusun langsung oleh MPR, lembaga ini tidak bisa lepas tangan terhadap realisasi politik dan strategi nasional berdasarkan visi dan misi Presiden. MPR dan DPR adalah pengawal segala kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat. Mengaspirasikan kepentingan masyarakat. Membuat undang-undang yang bertujuan mensejahterakan masyarakat luas, dan menjaga kestabilan pemerintahan. Antara eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak dapat berdiri sendiri. Ketiga unsur ini diharapkan mampu bekerjasama dalam kaitannya dengan mewujudkan tujuan negara Indonesia.
Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah kini memasuki
tahapan baru setelah direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau lazim
disebut UU Otonomi Daerah (Otda). Perubahan yang dilakukan di UU No. 32 Tahun
2004 bisa dikatakan sangat mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah.
Secara garis besar, perubahan yang paling tampak adalah terjadinya
pergeseran-pergeseran kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain. Konsep
otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan
meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan
masyarakat. Tujuan pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan saat ini
yaitu memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan
peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pemerintah juga tidak lupa untuk lebih
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan
fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan terhadap
masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara
proporsional sehingga saling menunjang.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, digunakan prinsip
otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur
semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni :
a.
politik
luar negeri,
b.
pertahanan
dan keamanan,
c.
moneter/fiskal,
d.
peradilan
(yustisi),
e.
agama.
Dalam Pasal 18
ayat (1) UUD 1945 (Amandemen) disebutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas
Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan UU. Tampak nuansa dan rasa adanya
hierarki dalam kalimat tersebut. Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah
pusat di daerah diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut
pengaturan terhadap regional yang menjadi wilayah tugasnya. UU No. 32 Tahun 2004 mencoba mengembalikan hubungan kerja
eksekutif dan legislatif yang setara dan bersifat kemitraan. Sebelum ini
kewenangan DPRD sangat besar, baik ketika memilih kepala daerah, maupun laporan
pertanggungjawaban (LPJ) tahunan kepala daerah. Kewenangan DPRD itu dalam
penerapan di lapangan sulit dikontrol. Sedangkan sekarang, kewenangan DPRD banyak
yang dipangkas, misalnya aturan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat,
DPRD yang hanya memperoleh laporan keterangan pertanggungjawaban, serta adanya
mekanisme evaluasi gubernur terhadap rancangan Perda APBD agar sesuai
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pemerintahan
Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh
lembaga pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan
kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Hubungan kemitraan
bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja
dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan
fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan
kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu
sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Kepala daerah
dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan
dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik
atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi
tertentu dalam DPRD dan atau memperoleh dukungan suara dalam Pemilu Legislatif
dalam jumlah tertentu.
Melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota diberikan
kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. Agar penyelengaraan
pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawas.
Kewenangan KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan
calon terpilih dengan berita acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada
DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan.
Dalam UU No 32
Tahun2004 terlihat adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu
sisi, pelibatan publik (masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal
mengalami peningkatan luar biasa dengan diaturnya pemilihan kepala daerah
(Pilkada) langsung. Dari anatomi tersebut, jelaslah bahwa revisi yang dilakukan
terhadap UU No. 22 Tahun 1999 dimaksudkan untuk menyempurnakan
kelemahan-kelemahan yang selama ini muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Sekilas UU No. 32 tahun 2004 masih menyisakan banyak kelemahan, tapi harus
diakui pula banyak peluang dari UU tersebut untuk menciptakan good governance
(pemerintahan yang baik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar